Senin, 18 Mei 2009

Osteoathritis


1Bab I
Pendahuluan


1.1 Latar Belakang
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki paling sering terkena OA. Prevalensi OA lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15,5 % pada pria, dan 12,7 % pada wanita. Pasien OA biasanya mengeluh nyeri pada waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada derajat yang lebih berat, nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga sangat mengganggu mobilitas pasien. Karena prevalensi yang cukup tinggi dan efeknya yang kronik-progresif, OA mempunyai dampak sosio-ekonomi yang besar, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang lanjut usia di Indonesia menderita cacat karena OA. Pada abad mendatang tantangan terhadap dampak OA akan lebih besar karena semakin banyaknya populasi yang berumur tua.

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini antara lain untuk memenuhi salah satu penilaian kognitif pada masa Kepaniteraan Klinik pada stase bagian Ilmu Penyakit Dalam. Selain itu, tujuan penulisan Tinjauan Pustaka antara lain untuk menambah pengetahuan bagi penulis dan bagi orang lain yang membacanya.








2Bab II
Tinjauan Pustaka


2.1 Definisi
Merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki paling sering terkena OA. (Soeroso, Isbagio, Kalim, Broto, Pramudiyo, 2007).
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi yang karakteristik dengan menipisnya rawan sendi secara progresif, disertai dengan pembentukan tulang baru pada trabekula subkondral dan terbentuknya rawan sendi dan tulang baru pada tepi sendi (osteofit). Secara histopatologik proses OA ditandai dengan menipisnya rawan sendi disertai pertumbuhan dan remodelling tulang di sekitarnya (bony overgrowth) diikuti dengan atrofi dan destruksi tulang di sekitarnya. (Isbagio, 2000)

2.2 Rawan Sendi Normal
Rawan sendi normal merupakan jaringan ikat khusus avaskuler dam tidak memiliki jaringan saraf yang melapisi permukaan tulang dari sendi diartrodial. Rawan sendi berperan sebagai bantalan yang menerima (meredam) beban benturan yang terjadi selama gerakan sendi normal dam meneruskannya ke tulang di bawah sendi. Keunikan rawan sendi terletak pada komposisi dan struktur matriks ekstraseluler yang terutama mengandung agregat proteoglikan dalam konsentrasi tinggi dalam sebuah ikatan yang erat dengan serabut kolagen (collagen fiber) dan sejumlah besar air.
Komposisi rawan sendi normal mengandung hanya satu jenis sel yang sangat spesifik yaitu kondrosit yang berperan dalam mensintesis dan memelihara matriks ekstraseluler. Matriks rawan sendi terutama mengandung kolagen, proteoglikan dan air. Kolagen merupakan molekul protein yang sangat kuat; ada beberapa tipe kolagen pada matriks ekstraseluler tetapi sebagian besar ialah kolagen tipe B. Kolagen berfungsi sebagai kerangka bagi rawan sendi yang akan membatasi pengembangan berlebihan agregat proteoglikan. Proteoglikan
merupakan molekul kompleks yang tersusun atas inti protein dan molekul glikosaminoglikan. Bersama-sama dengan asam hialuronat, proteoglikan membentuk agregat yang dapat mengisap air dari sekitarnya sehingga mengembang sedemikian rupa membentuk bantalan yang baik sesuai dengan fungsi rawan sendi. Bagian proteoglikan yang melekat pada asam hialuronat adalah terminal-N dari inti proteinnya, pada terminal ini juga melekat protein link. Terminal karboksi dari inti protein proteoglikan merupakan ujung bebas yang mungkin berperan dalam interaksinya dengan matriks ekstraseluler lainnya. Proteoglikan merupakan susunan 3 globular utama (G1, G2, G3) yang dipisahkan oleh perpanjangan segmen (E1 dan E2) yang membawa kondroitin sulfat (CS, pada domain kaya CS) dan keratan sulfat (KS, pada domain yang kaya keratan sulfat, pada segmen El dam sebagian pada domain kaya CS). Pada domain G1 dam G2 serta LP (link protein) terdapat struktur loop ganda yang disebut proteglycan tandem repeat (RPT), selain itu pada domain Gl dam LP terdapat pula bentuk loop lainnya yang disebut Immunoglabulin fold (Ig fold) yang secara selektif berinteraksi dengan asam hialuronat membentuk agregat.
Di dalam rawan sendi normal, komponen matriks ekstraseluler walaupun lambat secara terus menerus mengalami pergantian (turn-over), molekul tua akan diganti yang baru.
Proteoglikan mengalami turn-over yang lebih cepat dibandingkan kolagen, karena proteoglikan lebih peka terhadap enzim degradasi. Pada turn-over normal akan dilepaskan sejumlah besar fragmen proteoglikan yang menunjukkan bahwa bagian yang terputus (cleavage) adalah pada inti protein di tempat yang berdekatan dengan domain G1 dan G2 sehingga memisahkan ikatan HA dari regio pembawa glikosaminoglikan. Degradasi makromolekul ini dikontrol oleh enzim proteolitik yang disintesis oleh kondrosit. Enzim proteolitik yang berperan pada proses ini ialah Metaloprotease 1 (MMP1 atau kolagenase) dan Metaloprotease 3 (MMP 3 atau stromelisin). Aktivitas enzim tersebut dikontrol oleh inhibitor endogen yang dikenal sebagai Tissue Inhibitor of Metalloproteinase (TIMP). Kecepatan degradasi ditentukan pula oleh kadar enzim sintesis dan aktivitas dalam jaringan. Pada keadaan normal, proses degradasi dan sintesis harus terkoordinasi secara reguler agar jumlah makromolekul tetap terpelihara. Berbagai faktor berperan dalam menjaga keseimbangan antara proses degradasi dan sintesis matriks makromolekuler ini, tetapi secara in vivo kontrol mekanisme ini belum diketahui secara pasti. Berbagai faktor anabolik dan katabolik diketahui mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi metabolisme kondrosit dalam turn-over matriks rawan sendi. Sitokin, seperti interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor-α (TNF-α) merangsang sintesis enzim proteolitik dan menginduksi degradasi kolagen dan proteoglikan yang secara simultan menghambat sintesa proteoglikan. Sitokin ini terutama disintesis oleh makrofag, yang lebih nyata pada keadaan inflamasi sendi. Hormon pertumbuhan seperti transforming growth factor (TGF-β) dan Insulin-like growth factor-1 (IGF-1) sebaliknya mempunyai efek anabolik terhadap metabolisme kondrosit. Peranannya sangat unik karena tidak hanya menstimulasi sintesis proteoglikan tetapi punya efek melawan aksi IL-1 pada metabolisme kondrosit dengan menghambat efek katabolik padsa rawan sendi.

2.3 Etiopatogenesis
Etiopatogenesis osteoartritis sampai saat ini belum dapat dijelaskan melalui satu teori yang pasti. Telah diketahui bahwa tidak ada satupun pemeriksaan tunggal yang dapat menjelaskan proses kerusakan rawan sendi pada OA. Etiopatogenesis OA diduga merupakan interaksi antara faktor intrinsik dan ekstrinsik dan OA merupakan keseimbangan di antara faktor etiologik dan proses jaringan. (Isbagio, 2000)
Beradasarkan patogenesisnya, OA dibedakan menjadi dua, yaitu OA primer dan OA sekunder. Osteoartritis primer disebut juga OA idiopatik, yaitu OA yang kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta mobilisasi yang terlalu lama. Osteoartritis primer lebih sering ditemukan dibandingkan OA sekunder.
Para pakar yang meneliti penyakit ini berpendapat bahwa OA merupakan penyakit gangguan homeostatis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui. Jejas mekanis dan kimiawi pada sinovia sendi yang terjadi multifaktorial, antara lain karena faktor umur, stress mekanis atau penggunaan sendi yang berlebihan, defek anatomis, obesitas, genetik, humoral, dan faktor kebudayaan. Jejas mekanis dan kimiawi ini diduga merupakan faktor penting yang merangsang terbentuknya molekul abnormal dan produk degradasi kartilago di dalam cairan sinovial sendi yang mengakibatkan terjadi inflamasi sendi, kerusakan khondrosit dan nyeri. Osteoartritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh khondrosit sebagai kompensasi perbaikan (repair). Osteoartritis terjadi sebagai hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi, remodelling tulang, dan inflamasi cairan sendi.
Peningkatan degradasi kolagen akan mengubah keseimbangan metabolisme rawan sendi. Kelebihan produk hasil degradasi matriks rawan sendi ini cenderung berakumulasi di sendi dan menghambat fungsi rawan sendi serta mengawali suatu respons imun yang menyebabkan inflamasi sendi. Rerata perbandingan antara sintesis dan pemecahan matriks rawan sendi pada pasien OA kenyataan lebih rendah dibanding normal, yaitu 0,29 dibanding 1.
Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas fibrogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkhondral tersebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat subkhondral yang diketahui mengandung ujung saraf yang dapat menghantarkan rasa sakit. Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi , peregangan tendo atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstra artikuler akibat kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena intrameduler karena proses remodelling pada trabekula dan subkondral.
Peran makrofag di dalam cairan sendi juga penting, yaitu apabila dirangsang oleh jejas mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs, akan memproduksi sitokin aktivator plasminogen (PA) yang disebut katabolin. Sitokin tersebut adalah IL-1, IL-6, TNF α dan β, dan interferon (IFN) α dan τ. Sitokin-sitokin ini akan merangsang khondrosit melalui reseptor permukaan spesifik untuk memproduksi CSFs yang sebaliknya akan mempengaruhi monosit dan PA untuk mendegradasi rawan sendi secara langsung.pasien OA mempunyai kadar PA yang tinggi pada cairan sendinya. Sitokin ini jug mempercepat resorbsi matriks rawan sendi.
Interleukin-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi, yaitu meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi yaitu stromelisin dan kolagenosa, menghambat proses sintesis dan perbaikan normal khondrosit. Pada percobaan binatang ternyata pemberian human recombinant IL-1a sebesar 0,01 ng dapat menghambat sintesis glukoaminoglikan sebanyak 50% pada hewan normal. Khondrosit pasien OA mempunyai reseptor IL-1 kali lipat lebih banyak dibanding individu normal, dan khondrosit sendiri dapat memproduksi IL-1 secara lokal.
Faktor pertumbuhan dan sitokin tampaknya mempunyai pengaruh yang berlawanan selama perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan sendi, sebaliknya faktor pertumbuhan merangsang sintesis, padahal IGF-1 pasien OA lebih rendah dibandingkan individu normal pada umur yang sama. (Soeroso, Isbagio, Kalim, Broto, Pramudiyo, 2007).

2.4 Faktor-faktor Risiko
Faktor risiko yang berperan pada osteoartritis dapat dibedakan atas dua golongan besar, yaitu:
1) Faktor predisposisi umum : antara lain umur, jenis kelamin, kegemukan, hereditas; hipermobilitas, merokok, densitas tulang, hormonal dam penyakit reumatik kronik lainnya.
2) Faktor mekanik : antara lain trauma, bentuk sendi, penggunaan sendi yang berlebihan karena pekerjaan/aktivitas.
Beberapa faktor risiko tersebut mungkin saja ditemukan pada satu individu dan saling menguatkan. Dua mekanisme utama OA ialah gangguan biomekanik serta gangguan biokimia. Pada mekanisme pertama faktor beban tubuh serta friksi dan kemampuan rawan sendi sebagai bantalan tekanan mekanik yang memegang peranan utama. Mekanisme kedua adalah terjadinya perubahan biokimiawi, hal ini mungkin dapat menjelaskan terjadinya OA pada persendian yang bukan tergolong sendi penopang berat badan. Agaknya kedua mekanisme tersebut saling berinteraksi. (Isbagio, 2000).

UMUR
Dari semua faktor risiko untuk timbulnya OA, faktor ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya OA semakin meningkat dengan bertambahnya umur. OA hampir tak perah pada anak-anak, jarang pada umur di bawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun. Akan tetapi harus diingat bahwa OA bukan akibat ketuaan saja. Perubahan tulang rawan sendi pada ketuaan berbeda dengan perubahan pada OA.

JENIS KELAMIN
Wanita lebih sering trerkena OA lutut dan OA banyak sendi, dan laki-laki lebih sering terkena OA pada paha, pergelangan tangan dan leher. Di bawah usia 45 tahun, frekuensi laki-laki kurang lebih sama dengan perempuan, tetapi di atas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi OA, wanita > laki-laki. Hal ini menunjukkan adanya peranan hormonal pada patogenesis OA.

SUKU BANGSA
Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.

GENETIK
Adanya mutasi dalam gen prokolagen II atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat atau proteoglikan dikatakan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada OA tertentu (terutama OA dibanyak sendi)

KEGEMUKAN DAN PENYAKIT METABOLIK
Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan OA pada sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan OA sendi lain (tangan atas sternoklavikula). Pada faktor metabolik dan hormonal pada kaitan OA dan kegemukan juga didukung oleh adanya kaitan antara OA dengan penyakit jantung koroner, diabetes melitus dan hipertensi.

CEDERA SENDI, PEKERJAAN DAN OLAH RAGA
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus (misalnya tukang pahat, pemetik kapas) berkaitan dengan peningkatan risiko OA tertentu. Demikian juga cedera sendi dan olah raga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan risiko OA yang lebih tinggi.

KELAINAN PERTUMBUHAN
Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha (misalnya penyakit Perthes dan dislokasi kongenital paha) telah dikaitkan dengan timbulnya OA paha pada usia muda. Mekanisme ini juga diduga berperan pada lebih banyaknya OA paha pada laki-laki tertentu.

FAKTOR-FAKTOR LAIN
Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan risiko timbulnya OA. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tidak membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah robek. Faktor ini diduga berperan pada lebih tingginya OA pada orang gemuk dan pelari dan kaitan negatif antara osteoporosis dan OA.
(Soeroso, Isbagio, Kalim, Broto, Pramudiyo, 2007).

2.5 Sendi-Sendi yang Terkena
Adanya predileksi OA pada sendi-sendi tertentu (carpometacarpal I, metatarsophalangeal I, sendi apofiseal tulang belakang, lutut dan paha) adalah nyata sekali. Sebagai perbandingan, OA siku, pergelangan tangan, glenohumeral atau pergelangan kaki jarang sekali dan terutama terbatas pada orang tua. Distribusi yang selektif seperti itu sampai sekarang masih sulit dijelaskan. Salah satu teori mengatakan bahwa sendi-sendi yang sering terkena OA adalah sendi-sendi yang paling aktif mengalami perubahan-perubahan evolusi, khususnya dalam kaitan dengan gerakan mencengkeram dan berdiri dua kaki. Sendi-sendi tersebut mungkin mempunyai rancang bangun yang sub optimal untuk gerakan-gerakan yang mereka lakukan, mempunyai cadangan mekanis yang tak mencukupi, dan dengan demikian lebih sering gagal dari pada sendi-sendi yang sedah mengalami adaptasi lebih lama.

2.6 Kriteria Diagnosis
Gejala klinis
- Nyeri sendi
Merpakan keluhan utama yang sering kali membawa pasien ke dokter. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Nyeri pada OA juga dapat berupa penjalaran atau akibat radikulopati, misalnya pada OA servikal dan lumbal. OA lumbal yang menimbulkan stenosis spinal mungkin menimbulkan keluhan nyeri di betis, yang biasa disebut dengan claudicatio intermitten.
- Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
- Kaku pagi
Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah imobilitas, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur.
- Krepitasi
Rasa gemeretak (kadang-kadang bisa terdengar) pada sendi yang sakit.
- Pembesaran sendi (deformitas)
Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (seringkali terlihat di lutut atau tangan) secara perlahan-lahan membesar.
- Perubahan gaya berjalan
Merupakan gejala yang menyusahkan pasien. Hampir semua pasien OA pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggul berkembang menjadi pincang. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA yang umumya tua.
(Soeroso, Isbagio, Kalim, Broto, Pramudiyo, 2007).

Pemeriksaan Fisik
- Hambatan gerak
Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun pada OA yang masih dini (secara radiologis). Biasanya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit, sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan) meskipun eksentris (salah satu gerakan saja).
- Krepitasi
Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klini OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Dengan bertambah beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu. Gejala ini mungkin timbul karena gesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat sendi digerakkan atau secara pasif di manipulasi.
- Pembengkakan sendi yang seringkali asimptomatis
Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada sendi yang biasanya tak banyak (< 100 cc). Sebab lain ialah karena adanya osteofit, yang dapat mengubah permukaan sendi.
- Tanda-tanda peradangan
Tanda-tanda adany peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan) mungkin dijumpai pada OA karena adanya sinovitis. Biasanya tanda-tanda ini tidak menonjol dan timbul belakangan, seringkali dijumpai dilutut, pergelangan kaki dan sendi-sendi kecil tangan dan kaki.
- Perubahan bentuk (deformitas) sendi yang permanen
Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama, perubahan permukaan sendi, berbagai kecacatan, dan gaya berdiri dan perubahan pada tulang dan permukaan sendi.
- Perubahan gaya berjalan
Keadaan ini hampir selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan. Terutama dijumpai pada OA lutut, sendi paha dan tulang belakang dengan stenosis spinal. Pada sendi-sendi lain, seperti tangan, bahu, siku, dan pergelangan tangan, osteoartritis juga menimbulkan gangguan fungsi.
(Soeroso, Isbagio, Kalim, Broto, Pramudiyo, 2007).

Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis OA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan radiografis.

Radiografis sendi yang terkena
Pada sebagian besar kasus, radiografis pada sendi yang terkena osteoartritis sudah cukup memberikan gambaran diagnosis yang lebih canggih.
Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA adalah :
- Penyempitan celah sendi yang sering kali asimetris (lebih berat pada bagian yang menanggung beban).
- Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral.
- Kista tulang
- Osteofut pada pinggir sendi.
- Perubahan struktur anatomi sendi
Berdasarkan perubahan-perubahan radiografi diatas, secara radiografi OA dapat digradasi menjadi ringan sampai berat (kriteria Kellgren dan Lawrence). Harus diingat pada awal penyakit, radiografi sering kali masih normal.

Pemeriksaan penginderaan dan radiografi sendi lain.
- Pemeriksaan radiografi sendi lain atau penginderaan magnetik mungkin diperlukan pada keadaan tertentu. Bila osteoartritis pada pasien dicurigai berkaitan dengan peyakit metabolik atau genetik seperti alkaptonuria, oochronosis, displasia epifisis, hiperparatiroidisme, penyakit paget atau hemokromatosis (terutama pemeriksaan radiografi pada tulang tengkorak dan tulang belakang)
- Rediografi sendi lain perlu dipertimbangkan juga pada pasien yang mempunyai keluhan banyak sendi (osteoartritis generalisata)
- Pasien-pasien yang dicurigai mempunyai penyakit-penyakit yang meskipun jarang tetapi berat (osteonekrosis, neuropati Charcot, pigmented sinovitis) perlu pemeriksaan yang lebih mendalam. Untuk diagnosis pasti penyakit-penyakit tersebut seringkali diperlukan pemeriksaan lain yang lebih canggih seperti sidikan tulang, penginderaan lain yang lebih canggih seperti sidikan tulang, penginderaan dengan resonansi magnetik (MRI), artroskopi dan artrografi.
- Pemeriksaan lebih lanjut(khususnya MRI) dan mielografi mungkin juga diperlukan pada pasien dengan OA tulang belakang untuk menetapkan sebab-sebab gejala dan keluhan-keluhan kompresi radikular atau medulaspinalis.
(Soeroso, Isbagio, Kalim, Broto, Pramudiyo, 2007).

Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tak banyak berguna. Darah tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap darah tepi) dalam batas-batas normal, kecuali OA generalisata yang harus dibedakan dengan artritis peradangan. Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor reumatoid dan komplemen) juga normal. Pada OA yang disertai peradangan, mungkin didapatkan penurunan viskositas, pleositosis ringan sampai sedang, peningkatan ringan sel peradangan (<8000/m) dan peningkatan protein.

2.7 Penatalaksanaan
Pengelolaan OA berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang terkena) dan berat ringannya sendi yang terkena. Pengelolaannya terdiri dari tiga hal :
- Terapi non-farmakologi
o Edukasi atau penerangan
o Terapi fisik dan rehabilitas
o Penurunan berat badan
- Terapi farmakologis
o Analgesik oral non-opiat
o Analgesik topikal
o OAINS (obat anti inflamasi non steroid)
o Chondroprotektive
o Steroid intra-artikuler
- Terapi bedah
o Malaligment, deformitas lutut Valgus-Varus dsb,
o Artroscopic debridement dan joint lavage
o Osteotomi
o Artroplasti sendi total

Terapi Non-Farmakologi
- Penerangan
Maksud dari penerangan adalah agar pasien mengetahui sedikit seluk-beluk tentang penyakitnya, bagaimana menjaganya agar penyakitnya tidak bertambah parah serta persendiannya tetap dapat dipakai.
- Terapi Fisik dan rehabilitasi
Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit.
- Penurunan Berat Badan
Berat badan yang berlebihan ternyata merupakan faktor yang akan memperberat penyakit OA. Oleh karenanya berat badan harus selalu dijaga agar tidak berlebihan. Apabila berat badan berlebihan, maka harus diusahakan penurunan berat badan, bila mungkin mendekati berat badan ideal.

Terapi Farmakologi
- Analgesik oral non Opiat
Pada umumnya pasien telah mencoba untuk mengobati sendiri penyakitnya, terutama dalam hal mengurangi atau menghilangkan rasa sakit. Banyak sekali obat-obatan yang dijual bebas yang mampu mengurangi rasa sakit. Pada umumnya pasien mengetahui hal ini dari iklan pada media masa, baik cetak (koran), radio maupun televisi.
- Analgesik Topikal
Analgesik topikal dengan mudah dapat kita dapatkan dipasaran dan banyak sekali yang dijual bebas. Pada umumnya pasien telah mencoba terapi dengan cara ini, sebelum memakai obat-obatan peroral lainnya.
- Obat Anti inflamasi non steroid (OAINS)
Apabila dengan cara-cara tersebut di atas tidak berhasil, pada umumnyanya pasien mulai datang kedokter. Dalam hal seperti ini kita pikirkan untuk pemberian OAINS, oleh karen abat golongan ini di samping mempunyai efek analgetik juga mempunyai anti inflamasi. Oleh karen pasien OA kebanyaka usia lanjut, maka pemberian obat-obatan jenis ini harus sangat hati-hati. Jadi pilihlah obat yang efek sampingnya minimal dan dengan cara pemakaian yang sederhana, disamping itu pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya efek samping selalu dilakukan.
- Chondroprotektive Agent
Yang dimaksud dengan Chondroprotektive agent adalah obat-obatan yang dapat menjaga atau merangsang perbaikan (repair) tulang rawan sendi pada pasien OA. Sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting Anti Osteoartritis Drugs (SAAODs) atau Disease Modifying Anti Osteoartritis Drugs (DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C, superoxide desmuatase dan sebagainya.

Terapi Bedah
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari-hari.
(Soeroso, Isbagio, Kalim, Broto, Pramudiyo, 2007).

2.8 Komplikasi
Deformitas sendi. (Rani, 2006).

2.9 Prognosis
Dubia. (Rani, 2006)
15Bab III
Penutup


3.1 Kesimpulan
Osteosrtritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki paling sering terkena OA. Faktor-faktor risiko terjadinya OA yaitu, faktor predisposisi umum (umur, jenis kelamin, kegemukan, hereditas; hipermobilitas, merokok, densitas tulang, hormonal dam penyakit reumatik kronik lainnya) dan faktor mekanik (trauma, bentuk sendi, penggunaan sendi yang berlebihan karena pekerjaan/aktivitas). Gejala klinis meliputi nyeri sendi, hambatan gerakan sendi, kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi (deformitas), dan perubahan gaya berjalan. Pengelolaannya terdiri dari tiga hal yaitu, terapi non-farmakologi, terapi farmakologis dan terapi bedah.
















16Daftar Pustaka



1. Ibagio H. Struktur Rawan Sendi dan Perubahannya pada Osteoartritis. Cermin Dunia Kedokt. 2000; 129: 5-8
2. Rani AA, Soegondo S, Nasir AUZ, Wijaya IP, Nafrialdi, Mansjoer A, editor. Panduan Pelayanan Medik, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: PB PAPDI; 2006. h. 131-132
3. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiyati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2007. h. 1195-1201.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar