Senin, 18 Mei 2009

DEMAM TIFOID


1.Pendahuluan
Demam tifoid atau yang dikenal dengan nama lain dari enteric fever, tifus abdominalis adalah merupakan penyakit infeksi akut usus halus, yang terdapat diseluruh dunia dan penyebarannya tidak tergantung pada keadaan iklim, tetapi lebih banyak dijumpai dinegara-negara sedang berkembang didaerah tropis, Hal ini disebabkan karena penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan dan dan kebersihan individu yang kurang baik 1.
Dikenal juga demam paratifoid yaitu merupakan infeksi pada usus halus dimana biasanya lebih ringan dan menunjukan manifestasi klinis yang sama atau menyebabkan enteretis akut 1.
Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun, tidak ada kesesuaian paham mengenai hubungan antara musim dan peningkatan jumlah kasus demam tifoid, ada penelitian yang mendapatkan peningkatan jumlah kasus pada jumlah kasus pada musim hujan, ada yang mendapatkan peningkatan pada musim kemarau dan ada pula yang mendapatkan peningkatan pada peralihan musim kemarau dan musim hujan 1.

2.Definisi
Tifus abdominalis ( demam tifoid, enteric fever ) adalah penyakit infeksi akutyang biasanya terdapat pada pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran 2.
Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik yang disebabkanoleh kumamn Salmonella tiphy 3
Demam tifoid adalah infeksi penyakit akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran 4.

3. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella typhosa,termasuk famili Enterobakteriaceae dari genus Salmonella kuman berbentuk batang, basil gram negative, bergerak dengan rambut getar,tidak berspora, berkapsul tumbuh baik pada suhu optimal 370C, bersifat fakultatif anaerob dan hidup subur pada media yang mengandung empedu 2. Kuman ini mati pada pemanasan suhu 54,40C selama satu jam dan 600C selama 15 menit serta tahan terhadap pembekuan dalam jangka lama, Salmonella mempunyai karakteristik fermentasi terhadap glukosa dan manosa namun tidak terhadap laktosa dan sukrosa 3.
Kuman ini mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen, yaitu 2,4:
1. Antigen O ( somatic, terdiri dari zat kompleks lipopolisakarida )
2. Antigen H ( flagel )
3. Antigen Vi ( virulensi )
Dalan serum penderita terdapat zat anti ( aglutinin ) terhadap ketiga macam antigen tersebut.

4. Epidemiologi
Demam tifoid merupakan penyakit endemis di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang- undang nomor 6 tahun 1962 tentrang wabah. Penderita anak yang ditemukan biasanya diatas satu tahun, sebagian besar dari penderita ( 80 % ) yang dirawat berumur diatas 5 tahun 2. Kelompok penyakit menular ini dapat menyerang banyak orang, sehiongga dapat menimbulkan wabah, walaupun demam tifoid tercantum dalam undang- undang wabah dan wajib dilaporkan, namun data yang lengkap belum ada sehingga gambaran epidemiologisnya belum diketahui secara pasti 1.
Sampai saat ini demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, serta berkaitan erat dengan sanitasi yang buruk. Angka kejadian demam tifoid di Indonesia diperkirakan 350 – 810 kasus per 100.000 penduduk pertahun atau kurang lebih sekitar 600.000 – 1,500.000 kasus setiap tahunnya. Diantara penyakit yang tergolong penyakit infeksi usus demam tifoid menduduki urutan kedua setelah gastroenteritis 3.
Di Indonesia demam tifoid jarang dijumpai secara epidemic, tetapi lebih sering bersifat sporadic (terpencar – pencar di suatu daerah) dan jarang menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang – orang serumah. Sumber penularan biasanya tidak dapat ditemukan .
Ada dua sumber penularan S.typhi : Pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering carrier. Orang- orang tersebut mengekresikan 109 sampai 1011 kuman per gram tinja. Didaerah endemic transmisi terjadi melalui air yang tercemar, makanan yang tercemar oleh carrier merupakan sumber penularan yang lebih sering didaerah nonendemik, Carrier adalah orang yang sembuh dariu demam tifoid dam masih terus mengekresi S. typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun 3.

5. Klasifikasi kl;inis diagnosis demam tifoid( Susfected typhoid fever )
1. Suspek demam tifoid
- Demam miningkat bertahap, 7 hari
- Dengan atau tampa gejala intestinal
- Dapat disertai gangguan kesadaran
2. Demam tifoid klinis ( Probable typhoid fever )
- Suspek demam tifoid
- Didukung laboratorium positif : pemeriksaaan widal,titer widal O 1/320
3. Demam tifoid konfirmasi ( Confirmed typhoid fever )
- Kasus yang dipastikan demam tifoid
- Hasil biakan Salmonella typhi positif, atau pemeriksaan serologi widal seial menunjukan kenaikan titer 4x lipat pada interpal pemeriksaan 5 - 7 hari

6.Patogenesis
Secara garis besar terdapat tiga proses terjadinya infeksi kuman kedalam tubuh manusia 3 :
Proses invasi kuman Salmonella typhi kedinding sel epitel usus
Proses kemampuan hidup dalam makrofag
Proses perkembang biaknya kuman dalam makrofag
Sebenarnya tubuh mempunyai mekanisme pertahanan untuk melawan dan membunuh kuman yang masuk yaitu dengan adanya 3 :
Mekanisme pertahanan non spesifik disaluran pencernaan, baik secara kimiawi maupun fisik
Mekanisme pertahanan spesifik yaitu kekebalan tubuh humoral dan seluler
Kuman S.Typhi masuk tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Infeksi terjadi pada saluran pencernaan, setelah kuman sampai di lambung maka mula- mula timbul usaha pertahanan non spesifik yang bersifat kimiawi yaitu adanya suasana asam oleh asam lambung dan enzim yang dihasilkannya 3.
Kurang lebih ada dua factor yang dapat menentukan apakah kuman dapat melewati barrier asam lambung yaitu 3 :
Jumlah asam lambung yang masuk
kondisi asam lambung
Untuk dapat menimbulkan infeksi, diperlukan sekurang – kurangnyasebanyak 105 – 109 yang tertelan melalui makanan dan minuman, keadaan asam lambung dapat menghambat multiplikasi Salmonella pada PH 2 ,0 sebagian besar kuman dapat terbunuh dengan cepat.3. Pada penderita gastrektomi, hipoklorhidria, aklorhidria yang mempengaruhi kondisi asam lambung, pada keadaan ini S, typhi lebih mudah melewati pertahanan tubuh.
Sebagian kuman yang masuk ke lambung akan dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk ke usus halus yaitu kuman yang memiliki mekanisme pertahanan local berupa motilitas dan flora normal usus kuman berusaha menghanyutkan kuman dengan usaha pertahanan tubuh nunspesifik yaitu oleh kekuatan peristaltic usus bila kuman masih bisa mengatasi hal tersebut maka kuman akan melekat pada permukaan usus, menembus kedalam kripti lamina propia, berkembang biak dan selan jutnya akan difagositosis oleh monosit dan makrofag karena kuman memiliki kapsul maka kuman dapat bertahan daan berkembang biak, kuman ikut aliran limfe mesenterial kedalam sirkulasi darah ( bakterimia primer ) 2,3.
Melalui pembuluh limfe masuk kedalam peredaran darah sampai diorgan – organ terutama hati dan limpa, kuman yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa ( multifikasi ) sehingga organ tersebut akan membesar 2. Kemudian kuman masuk ke peredaran darah ( bakterimia kedua ) dan menyebarkeseluruh tubuh terutama kelenjar limfoid usus halus menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak peyeri, tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus 1,2,3.

7. Gejala klinis
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas 10 – 20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi melalui makanan,sedangkan yang terlama sampai 30 hari jika infeksi melalui minuman 2.
Pada minggu pertama penyakit, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obtipasi, perasaan tidak enak diperut , dan batuk 2. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu badan meningkat Dalam minggu kedua gejala – gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relative, lidah yabng khas ( kotor ditengah, tepid an ujung merah dan tremor , hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental ataun kesadaran.
Dari literature lain diperjelas lagi bahwa selama masa inkubasi dapat ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu 2:
1. Demam
Pada kasus – kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat remiten dan suhu tidak mberapa tinggi. Selama minggu pertama suhu tubuh berangsur – angsur meningkat setriap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagio pada sore dan malam hari. Pada minggu kedua penderita terus dalam keadaan demam, dalam minggu ketiga suhu tubuh berangsur – angsur turun dan kembali normal kembali pada akhir minggu ketiga 2.
2.Gangguan pada saluran pencernaan.
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah – pecah (ragaden ). Lidah ditutupi selaput putih kotor ( coated tongue ) ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung ( meteorismus ) hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan , biasanya didapatkan konstipasi akan tetapi mungkin juga normal bahkan dapat terjadi diare 2,.
3. Gangguan kesadaran
Uumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam yaitu apatis sampai somnolen, jarang terjadi spoor, koma atau gelisah 1,2.
Disamping –gejala – gejala yang biasa ditemukan tersebut mungkin juga dapat ditemukan gejala lain. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola yaitu, ( bercak mukopaoular ) bintik – bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit.biasanya ditemukan pada minggu pertama demam, ukuran 1-6 mm ditemukan 40% - 80% penderita dan berlangsung singkat ( 2-3 hari ) 2,3. Jika tidak ada komplikasi dalam 2 - 4 menggu, gejala dan tanda klinis menghilang namun malaise dan letargi menetap sampai 1 – 2 bulan. Kadang – kadang ditemukan bradikardia pada anak besar dan mungkin pula ditemukan epistaksis 2.

8. Relaps ( kambuh )
Relaps adalah suatu keadaan berulangnya gejala penyakit tifus abdominalis, akan tetapi berlangsung lebih ringan dan lebih singkat. Terjadi dalam minggu kedua setelah suhu badan normal kembali. Terjadinya sukar diteranglan, seperti halnya keadaan kekebalan alam yaitu tidak pernah menjadi sakit walaupun mendapat infeksi yang cukup berat 2 .
Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya kuman sdalam organ – organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti. Mungkin juga terjadi pada waktu penyembuhan tukak, terjadi invasi basil bersamaan dengan pembentukan jaringan – jaringan fibroblast 2.

9. Diagnosis kerja
Dari anamnesis dan pemeriksaan jasmani dapat dibuat diagnosis “ observasi tifus abdominalis”. Untuk memastikan diagnosa perlu dikerjakan pemeriksaan laboratorium sebagai berikut 2 :


1. Pemeriksaan yang berguna untuk menyokong diagnosa 2
a. Pemeriksaan darah tepi
Terdapat gambaran leucopenia, limfositosis relative dan aneosinofilia
Pada permulaan sakit, Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan. Pemiriksaan darah tepi ini sederhana, mudah dikerjakan dilaboratorium yang sederhana akan tetapi sanjgat berguna untuk membantu diagnosis yang tepat.
b. Pemeriksaan sumsum tulang 2
Dapat digunakan untuk menyokong diagnosa, pemeriksaan ini tidak
Termasuk pemerriksaan rutin sederhana. Terdapat sumsum tulang berupa hiperaktif RES dengan adanya sel makrofag, sedangkan system eritropoisis, granulopoisis dan trombopoisis berkurang.
2. Pemeriksaan laboratorium untuk membuat diagnosis
Biakan empedu untuk menemukan Salmonella typhosa dan pemeriksaan
Widal adalah pemeriksaan yang dapat dipakai untuk membuat diagnosis tifus abdominalis yang pasti 2. Kedua pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada waktu masukdan setiap minggu berikutnya.
a. Biakan empedu
Salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah penderita biakan dalam minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urin dan feses, mungkin akan tetap positif untuk waktu yang lama. Oleh karena itu pemeriksaan yang positif dari contoh darah digunakan untuk menegakan diagnosuis, sedangkan pemeriksaan negative dari contoh urin dan feses 2 kali berturut – turut digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah benar – benar sembuhdan tidak menjadi pembawa kuman ( karier ).
b.Pemeriksaan widal
Dasar pemeriksaan ialah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum penderita dicampur dengan suspensi antigen Salmonella typhosa. Pemeriksaan yang positif ialah bila terjadi reaksi aglutinasi. Dengan jalan mengencerkan serum, maka kadar zat anti dapat diotentukan yaitu pengenceran tertinggi yang dapat menimbulkan reaksi aglutinas 2. Untuk membuat diagnosis yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih atau menunjukan kenaikan yang progresifdigunakan untuk membuat diagnosa 2,4. Titer tersebut mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan penderita. Titer terhadap antigen H tidak diperlukan untuk diagnosis, karena dapat tetap tinggi setelah mendapat imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh.Tidak selalu pemeriksaan widal positif walaupun penderita sungguh – sungguh menderita tifus abdominalis sebagaimana terbukti pada autopsy setelah penderita meninggal dunia.
Sebaliknya titer dapat positif karena keadaan sebagai berikut 2:
1. Titer Odan H tinggi karena terdapatnya aglutinin normal, karena infeksi basil Coli
pathogen dalam usus.
2. Pada neonatus, zat anti tersebut diperoleh dari ibunya melalui tali pusat.
3. Terdapat infeksi silang dengan Ricketsia.
4. Akibat imunisasi secara alamiah karena masuknya kuman peroral atau pada keadaan infeksi subklinis.
c. Biakan darah
Seringkali positif pada awal penyakit sedangkan biakan urin dan tinja positif setelah terjadi septicemia sekunder. Biakan sumsum tulang dan kelenjar limfe atau jaringan retikuloendotelial lainnya sering masih positif setelah darah steril 1.
Biakan darah positif ditemukan pada 70 – 80% penderita pada minggu pertama sakit, sedangkan pada akhir minggu ketiga, biakan darah positif hanya pada 10 penderta. Setelah minggu keempat penyakit sangat jarang kuman kuman ditemukan dalam darah. Bila terjadi relaps maka biakan darah akan positif kembali 3.
Pada penelitian mendeteksi DNA kuman Salmonella Typhi dalam darah dengan teknik hibridisasi asam nukleat dan metode penggandaan DNA dengan polymerase chain reaction ( PRC ). Cara ini dilaporkan dapat mengidentifikasi kuman dalam jumlah kuman yang amat sedikit

10. Diagnosa pasti
Bila ditemukan kuman S. typhi dari darah, urin, tinja, dan sumsum tulang belakang,cairan duodenum, atau rose spots. Berkaitan dengan patogenesis maka kuman lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang diawal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya didalam urin dan tinja. Hasil biakan positif memastikan demam tyfoid, namun hasil yang negative tidak menyingkirkan demam typhoid, karena hasilnya bergantung pada bberapa factor, seperti 1:
1. Jumlah darah yang diambil
2. Perbandingan volume darah dan media empedu
3. Waktu pengambilan darah
Menurut Watson jumlah rata – rata kuman 7,6 per ml darah, walaupun penderita dalam keadaan bakteremia, sehingga untuk biakan diperlukan 5 – 10 ml darah.Untuk menetralisir efek bakterisidal oleh antibody atau komplemen yang dapat menghambat pertumbuhan kuman, maka darah harus diencerkan 5 – 10 kali, waktu pe4ngambilan darah yang paling baik ialah pada saat demam tinggi atau sebelum pemakaian antibiotic karena setelah diberi antibiotic kuman sudah sukar ditemukan dalam darah. 3

11. Komplikasi
Dapat terjadi pada :
1.Usus halus
Umumnya jarang terjadi akann tetapi sering fatal, yaitu 2 :
a. Perdarahan usus, Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan
tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyeri perut dengan tanda – tanda renjatan.
b. Perforasi usus, Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu dan
terjadipada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritoniotis hanya dapat ditemukan bila terda[pat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara bebas diantara hati dan diafragma pada foto rongent abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
c. Peritonitis, biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tampa perforasi usus, ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang ( defans musculair ) dan nyeri pada tekanan.



2. Komplikasi diluar usus halus
Terjadi karena lokasi peradangan akibat sepsis ( bakteremia ) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalopati dan lain – lain. Terjadi karena infeksi sekunder yaitu bronkopneumonia.Dehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan makanan yang kurang dan perspirasi akibat suhu tubuh yang tinggi 2.

12. Diagnosa banding
Bila terdapat dem,am yang lebih dari satu minggu sedangkan penyakit yang dapat menerangkan demam itu belum jelas , perlulah dipertimbangkan pula penyakit selain tifus abdominalis, yaitu penyakit – penyakit sebagai berikut : paratifoid A. B, C Influenza, Malaria, Tuberkulosis, Dengeu, Salmoneilosis, pneumonia lobaris, dan lain –lain 2,4.

13. Pengobatan 1,2,3.4
1. Isolasi penderita dan desinfeksi pakaian dan ekskreta.
2. Perawatan yang baik untuk menghindarkan komplikasi, mengingat sakit yang
lama, lemah,anoreksia,dan lain –lain.
Istirahat selama demam sampai 2 minggu normal kembali yaitu istirahat mutlak berbaring terus ditempat tidur, seminggu kemudian boleh duduk dan selanjutnya boleh berdiri dan berjalan.
Diet , makananharus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein, bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat tidak merangsang dan tidakl menimbulkan banyak gas. Susu 2 kali satu gelas sehari perlu diberikan. Jenis makanan untuk penderita dengan kesadaran yang menurun adalah makanan cair yang dapat diberikan melalui pipa lambung. Bila nafsu makan baik maka dapat diberikan makanan lunak.
Obat pilihan ialah kloramfenikol dianjurkan dengan dosistinggi yaitu 100 mg/kgBB/hari diberikan 4 kali sehari peroral atau intra muscular atau intravena bila memungkinkan. Pemberian dosis tinggi tersebut memberikan manfaat yaitu waktu perawatran dipersingkat dan relaps tidak terjadi
Bila terdapat komplikasi harus diberikan terapi yang sesuai. Misalnya pemberian cairan intravena untuk penderita dengan dehidrasi dan asidosis. Bila terdapat bronkopneumonia harus ditambahkan penisilin.
Pemilihan antibiotic sebelum dibuktikan adanya infeksi salmonella dapat dilakukan secara empiris dengan memenuhi criteria berikut :
Spektrum sempit
Penetrasi ke jaringan cukup baik
Cara pemberian mudah buruk untuk anak
Tidak mudah resisten
Efek samping minimal
Adanya bukti efikasi klinis














Gambar 1 Hubungan antara masuknya kuman, kemungkinan timbulnya demam, frekuensi biakan positif dan terbentuknya agglutinin pada demam typhoid





Penggunaan antibiotic yang dianjurkan selama ini adalah sebagai berikut 3 :
Lini pertama
Kloramfonikol
Masih merupakan pilighan pertama dalam urutan antibiotic (drug of
choise ) diberikan dalam dosis 50 -100 mg/kgbb/hari,secara intravena dalam empat dosis selama 10 – 14 hari. Banyak penelitian membuktikan bahwa obat ini cukuop sensitif terhadap Salmonella typhi namun perhatian khusus harus diberikan pada kasus dengan leucopenia ( tidak dianjurkan pada leukosit < 2000/ul ) dan dosis maksimal adalah 2 gramper hari.atau
Ampisilin
Diberikan dengan dosis 150 – 200 mg/kgbb/hari diberikan peroral / iv selama 14 hari, atau
Kotrimoksazol
Diberikan dengan dosis 10 mg/kgbb/hari trimetroprim dibagi dua dosis selama 14 hari.
Lini kedua, diberikan pada kasus – kasus demam typhoid yang disebabkan S,typhi yang resisten terhadap berbagai obat ( MDR = multidrug resistance ), yang terdiri atas 3:
Seftriakson
Diberikan dengan dosis 50 – 80 mg/kgbb/hari dosis tunggal selama 10 hari, penyembuhan sampai 90 % juga dilaporkan pada pengobatan 3- 5 hari.
Sefiksim
Diberikan dengan disis 10 -12 mg/kgbb/hari peroral, dibagi dalam 2 dosis selama 14 hari, adalah alternative pengganti seftriakson yang cukup mahal.
Florokinolon (siprofloksasin, ofloksasin )
Siprofloksasin diberikan dalam dosis 10 mg/kgbb/hari dalam 2 dosis,atau ofloksasin 10 – 15 mg/kgbb/hari dalam 2 dosis sudah dipakai dalam pengobatanlama pemberian obat dilaporkan bervariasi 2 – 5 hari. Penggunaan obat ini dianjurkan pada kasuis demam typhoid dengan MDR.
Asitromisis
Dengan pemberian 5 – 7 harijugfa telah dicoba dan memberikan hasil yang baik, berupa penurunan demam sebelum hari keempat.

14. Keberhasilan terapi
Pengobatan terhadap demam typhoid akan berhasil baik bila penegakan diagnosis dilakukan dengan tepat. Pengobatan demam typhoid adalah gabungan antara pemberian antibiotic yang sesuai, perawatan penunjang termasuk pemantauan, pemberian cairan serta pengenalan dini terhadap komplikasi 3.
Terapi typhoid toksik :
- Penderita dirawat intensif
- Diberikan antibiotic parenteral kombinasi dua macam antibiotic
- Diberikan kortikosteroid seperti desametason bolus 3 mg/kgbb IV selama 30 menit, dilanjutkan pemberian 6 jam kemudian 1- 3 mg/kgbb selanjutnya setiap 6 jam selama 2 hari.
Pengelolaan karier
- Pencegahan sejak awal
- Pemilihan antibiotic yang tepat dan adekuat
- Monitor kemungkinan karier dengan biakan feses serial pada saat pulang, 4 minggu, dan 3 bulan kemudian
- Terapi kuinolon 4 minggu ( siprofloksasin 2x750mg,norfloksasin 2x 400mg )
- Evaluasi dan atasi factor predisposisi karier
15. Resistensi Antibiotik
Masalah resistensi obaat ganda terhadap Salmonella typhi telah dilaporkan 50 –
70% kasus demam typhoid.A pabila S.typhi telah resisten terhadap dua atau lebih antibiotic yang dipergunakan untuk pengobatan demam typhoid secara konvensional yaitu Ampisilin,Kloramfenikol, Kotrimoksazol. Adanya resistensi terhadap S.typhi maka diperlukan antibiotic yang poten. Pada kasus demam typhoid yang tidak tampak perbaikan setelah pengobatan maka Sefiksim merupakan pilihan pertama.

16. Prognosis
Umumnya prognosis tyfus abdominalis pada anak baik, asal penderita cepat berobat. Angka mortalitas pada penderita yang dirawat ialah 6%. Prognosis menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang berat seperti 2:
Panas tinggi ( hiperpireksia ) atau febris continue.
Adanya penurunan kesadaran
Terdapat komlplikasi yang berat misalnya, dehidrasi,asidosis, peritonitis dll
Keadaan gizi penderita buruk ( malnutrisi energi protein )




















DAFTAR PUSTAKA
1. Saefullah M noer , buku ajar penyakit dalam jilid satu edisi ketiga, balai penerbit FKUI Jakarta 1996,435- 443
2. Staf pengajar ilmu kesehatan anak FK UI ,buku kuliah ilmu kesehatan anak no 2 ,
penerbit info medika Jakarta 2002.
3. Tumbelaka AR, Tata laksana demam tifoid pada anak, Pediatric update ikatan dokter anak Indonesia Jakarta 2003, halaman 37 – 43.
4. Mansjoer Arief, Kapita selekta kedokteran ,edisi ketiga ,jilid dua, penerbit Media Ausclapius FK UI 2000, halaman 432 – 433.
.
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar